EKONOMI SYARI'AH

Membangun ekonomi umat berdasarkan Qur'an dan Sunnah

FIKIH ZIS DAN WAKAF

ZIS dalam pandangan ulama fikih kontemporer

LEMBAGA KEUANGAN SYARI'AH

Perbankan Syari'ah - Baitul Mal Wa Tamwil - Koperasi Syari'ah - Pegadaian Syari'ah

AYAT DAN HADITS EKONOMI SYARI'AH

Tafsir ayat dan hadits ekonomi syariah

FIKIH MUAMALAH KONTEMPORER

Ba'i - Musyarokah - Mudharobah - Izarah

Pentingnya Ushul Fiqh Bagi Pakar Ekonomi Syari'ah

Hasil gambar untuk ushul fiqhPara pakar ekonomi syariah dan praktisi perbankan dan keuangan syariah, tidak cukup hanya mengetahui fiqih muamalah dan aplikasinya saja, tetapi yang lebih penting adalah memahami ushul fiqih dan maqashid syariah dari setiap produk perbankan dan keuangan syariah.
Semua ulama sepakat bahwa ushul fiqih menduduki posisi yang sangat penting dalam ilmu-ilmu syariah. Imam Asy-Syatibi (w.790 H), dalam Al-Muwafaqat, mengatakan, mempelajari ilmu ushul fiqih merupakan sesuatu yang dharuri (sangat penting dan mutlak diperlukan), karena melalui ilmu inilah dapat diketahui kandungan dan maksud setiap dalil syara’ (Alquran dan hadits) sekaligus bagaimana menerapkan dalil-dalil syariah itu di lapangan. Menurut Al-Amidy dalam kitab Al-Ihkam fi Ushulil Ahkam, orang yang tidak menguasai ilmu ushul fiqih, maka diragukan ilmunya, karena tidak ada cara untuk mengetahui hukum Allah (syariah) kecuali dengan ilmu ushul fiqih.”
Senada dengan itu, Imam Al-Ghazali mengatakan bahwa ilmu ushul fiqih merupakan satu di antara tiga ilmu yang harus dikuasai setiap ulama mujtahid, dua lainnya adalah hadits dan bahasa Arab. Prof. Dr. Salam Madkur (Mesir), mengutip pendapat Al-Razy yang mengatakan bahwa ilmu ushul fiqih adalah ilmu yang paling penting yang mesti dimiliki setiap ulama mujtahid. Ulama ekonomi syariah sesungguhnya (seharusnya) adalah bagian dari ulama mujtahid, karena ulama ekonom syariah harus berijtihad memecahkan berbagai persoalan ekonomi, menjawab pertanyaan-pertanyaan boleh tidaknya berbagai transaksi bisnis modern, halal haramnya bentuk bisnis tertentu, memberikan solusi pemikiran ekonomi, memikirkan akad-akad yang relevan bagi lembaga keuangan syariah. Memberikan fatwa ekonomi syariah, jika diminta oleh masyarakat ekonomi syariah. Untuk mengatasi semua itu, seorang ahli syariah atau dewan syariah, harus menguasai ilmu ushul fiqih secara mendalam karena ilmu ini diperlukan untuk berijtihad.
Seorang pakar ekonomi syariah yang menduduki posisi sebagai dosen, guru besar atau Doktor, pejabat tinggi di bank syariah, dewan pengawas syariah atau pejabat regulator syariah (OJK dan BI) dan dewan syariah, harus menguasai ilmu ushul fiqih bersama ilmu-ilmu terkait, seperti qaw’aid fiqih, tarikh tasyri’ fil muamalah, falsafah hukum Islam, maqashid syariah, tafsir ekonomi, hadits-hadits ekonomi, mushtalahul hadits, bahkan sejarah pemikiran ekonomi Islam.
Oleh karena penting dan strategisnya penguasaan ilmu ushul fiqih, maka para ahli ushul fiqih mengatakan, bahwa untuk menjadi seorang faqih (ahli fiqih), tidak diharuskan membaca seluruh kitab-kitab fiqih yang begitu melimpah dari semua mazhab secara luas dan detail, tetapi cukup memiliki kemampuan dan kompetensi ilmu ushul fiqih, yaitu kemampuan istinbath dalam mengeluarkan kesimpulan hukum dari teks-teks dalil melalui penelitian dan metode tertentu yang dibenarkan syariat, baik ijtihad istinbathy maupun ijtihad tathbiqy, ijtihad intiqa’iy maupun ijtihad insya’iy. Metodologi istinbath tersebut disebut ushul fiqih. Demikianlah pentingnya ilmu ushul fiqih bagi seorang ulama dan pakar ekonomi Islam.
Ilmu ushul fiqih memberikan pemahaman tentang metodologi istinbath (penetapan hukum Islam) para ulama dalam merumuskan dan memutuskan suatu masalah hukum Islam, karena itu ushul fiqih adalah metodologi yurisprudensi Islam, yaitu metodologi ilmu hukum Islam yang menghasilkan produk-produk hukum Islam, menghasilkan fiqih muamalah, fatwa-fatwa dan regulasi.
Ilmu Ushul fiqih memberikan dalil-dalil syariah dan argumentasi syariah mengenai suatu kebijakan, produk, system dan mekanisme perbankan syariah. Ushul fiqih yang berwawasan maqashid syariah memberikan perspektif filosofis dan pemikiran rasional tentang akad-akad pada setiap produk perbankan syariah. Ilmu Ushul fiqih adalah ilmu hukum Islam yang sering disebut juga sebagai The Principle of Islamic Jurisprudence. Hal ini dikarenakan ushul fiqih bermuatan prinsip-prinsip yurisprudensi Islam (ilmu hukum Islam). Ushul fiqih berisi teori-teori hukum Islam, kaidah-kaidah perumusan dan penetapan hukum atau dictum Islam, yang pada forum workshop eksekutif iqtishad dikhususkan tentang teori hukum tentang ekonomi keuangan syariah.
Ushul fiqih adalah ibu (induk) dari semua ilmu syariah, karena itu ushul fiqih adalah induk dari ilmu ekonomi syariah. Keputusan-keputusan fiqih muamalah keuangan dan seluruh ketentuan ekonomi Islam di bidang makro dan mikro pastilah menggunakan metodologi ilmu ushul fiqih. Apabila fikih muamalah dan semua peraturan hukum Islam adalah produk ijtihad, maka ushul fiqih adalah metodologi berijtihad untuk menghasilkan produk-produk fiqih, fatwa dan segala bentuk regulasi, karena itulah, regulator, pembuat peraturan dan Undang-Undang seharusnya memahami dengan baik ilmu ushul fiqih, karena ushul fiqih adalah metodologi ijtihad untuk menghasilkan produk fiqih muamalah, fatwa, regulasi dan Undang-Undang.
Ushul fiqih juga adalah disiplin ilmu syariah yang memberikan landasan dan kerangka epistimologi ilmu ekonomi Islam, sehingga, kajian epestimologi ekonomi syariah tidak bisa melepaskan diri dari disiplin ilmu ushul fiqih. Professor Masudul Alam Choudhuriy telah membahas epistemology ekonomi Islam dengan menjadikan ushul fiqih sebagai acuan, kerangka dan teorinya sekaligus.
Dalam disiplin ilmu ushul fiqih pembahasan mengenai dasar-dasar pemikiran dan kaidah-kaidah yang sangat diperlukan sebagai pijakan dasar dalam membangun sebuah formulasi hukum ekonomi Islam yang diinginkan dibahas secara holistic, komprehensif dan tuntas. Dengan perkataan lain ushul fiqih adalah disiplin ilmu yang paling penting sebagai perangkat metodologis yang paling berkompeten guna menyusun, membentuk dan memberi corak ekonomi Islam yang diharapkan.
Dalam pengembangan hukum syariah selama ini, permasalahan krusial yang menghambat upaya pembaharuan dan reformulasi hukum Islam adalah miskinnya metodologi. Kenyataan itu lebih parah terjadi di bidang ekonomi syariah saat ini, dimana kajian-kajian akademis ekonomi syariah masih miskin metodologi syariah, artinya miskin ilmu ushul fiqih yang mencerahkan, ushul fiqih yang bermuatan maqashid syariah, yang kaya dengan wawasan historis, rasional dan filosofis, akibat kemiskinan metodologi itu, maka pandangan-pandangan, pemikiran-pemikiran ekonomi syariah serta pemahaman para pakar ekonomi syariah selalu kurang tepat, parsial, atomistis bahkan terkadang dangkal.
Ilmu ushul fiqih sangat langka diajarkan dalam materi-materi training perbankan syariah dan Lembaga Keuangan Syariah, bahkan materi bahasannya tidak ditemukan sama sekali. Oleh karena itu para pakar ekonomi Islam dan SDM bank syariah termasuk regulator syariah sangat jarang memahami ilmu ushul fiqih. Padahal disiplin ini menduduki posisi utama dalam ilmu ekonomi syariah, khususnya bagi para pimpinan bank, regulator, dewan fatwa, terlebih dosen-dosen di Program Pascasarjana Ekonom Islam.
Ilmu ushul fiqih akan meningkatkan derajat intelektualisme para akademisi dari taqlid (muqallid) kepada muttabi’, bahkan bagi ulama bisa menjadi mufti dan mujtahid. Para Guru Besar, Doktor dan dosen Pascasarjana yang memberi kuliah di kampus, para pengawas dan regulator di OJK, Bank Indonesia atau praktisi yang menjabat posisi penting di perbankan (direksi, divisi legal, product development, ALCO, auditor, DPS), juga konsultan, sepatutnya (seharusnya) mengetahui ilmu ushul fiqih di bidang ekonomi keuangan, agar pengetahuannya di bidang ekonomi syariah komprehensif dan holistic. Karena ia melandasi pengetahuan fiqih muamalahnya dengan seperangkat metodologi, alasan-alasan rasional dan filosofis, argumentasi-argumentasi dan dalil-dalilnya secara syariah serta maqashid syariahnya. Maqashid syariah menduduki posisi yang paling utama dalam ilmu ushul fiqih. Tanpa pendekatan maqashid syariah, maka ushul fiqih akan kering dan menghasilkan keputusan dan ketetapan yang artificial dan kering pula.
Maqashid Syariah
Maqashid syariah adalah jantung dalam ilmu ushul fiqih, karena itu maqashid syariah menduduki posisi yang sangat penting dalam merumuskan ekonomi syariah, Maqashid syariah tidak saja diperlukan untuk merumuskan kebijakan-kebijakan ekonomi makro (moneter, fiscal; public finance), tetapi juga untuk menciptakan produk-produk perbankan dan keuangan syariah serta teori-teori ekonomi mikro lainnya. Maqashid syariah juga sangat diperlukan dalam membuat regulasi perbankan dan lembaga keuangan syariah.
Para ulama ushul fiqih sepakat bahwa pengetahuan maqashid syariah menjadi syarat utama dalam berijtihad untuk menjawab berbagai problematika kehidupan ekonomi dan keuangan yang terus berkembang. Maqashid syariah tidak saja diperlukan untuk merumuskan kebijakan-kebijakan ekonomi makro (moneter, fiscal; public finance), tetapi juga untuk menciptakan produk-produk perbankan dan keuangan syariah serta teori-teori ekonomi mikro lainnya. Maqashid syariah juga sangat diperlukan dalam membuat regulasi perbankan dan lembaga keuangan syariah.
Fathi al-Daraini dalam buku Al-Fiqh al-Islam al-muqarin ma’a al-mazahib mengatakan bahwa pengetahuan tentang maqashid syariah merupakan pengetahuan yang utama dan memiliki proyeksi masa depan dalam rangka pengembangan teori ushul fiqih, karena itu maqashid syariah menurutnya merupakan ilmu yang berdiri sendiri.
Dalam melakukan ijtihad seorang mujtahid harus menguasai maqashid syariah. ‘Abdul wahhab Khallaf dalam Buku Ilmu Ushul fiqih menyebut dengan tegas bahwa nash-nash syariah tidak dapat dipahami secara tepat dn benar kecuali oleh seseorang yang mengetahui maqashid syariah dan asbabun nuzul (latar belakang historis turunnya ayat). Keberhasilan penggalian hukum ekonomi Islam dari dalil-dalil Alquran dan hadits sangat ditentukan oleh pengetahuan tentang maqashid al-syariah yang dapat ditelaah dari dalil-dalil tafshili (Alquran dan sunnah)
Maqashid syariah tidak saja menjadi faktor yang paling menentukan dalam melahirkan produk-produk ekonomi syariah yang dapat berperan ganda (alat sosial kontrol dan rekayasa sosio-econonomy) untuk mewujudkan kemaslahatan manusia, tetapi juga lebih dari itu, maqashid syariah dapat memberikan dimensi filosofis dan rasional terhadap produk-produk hukum ekonomi Islam yang dilahirkan dalam aktivitas ijtihad ekonomi syariah kontemporer. Maqashid syariah akan memberikan pola pemikiran yang rasional dan substansial dalam memandang akad-akad dan produk-produk perbankan syariah. Hanya dengan pendekatan maqashid syariahlah produk perbankan dan keuangan syariah dapat berkembang dengan baik dan dapat merespon kemajuan bisnis yang terus berubah dengan cepat.
Tanpa maqashid syariah, maka semua regulasi, fatwa, produk keuangan dan perbankan, kebijakan fiscal dan moneter, akan kehilangan substansi syariahnya. Tanpa maqashid syariah, fikih muamalah yang dikembangkan dan regulasi perbankan dan keuangan yang hendak dirumuskan akan kaku dan statis, akibatnya lembaga perbankan dan keuangan syariah akan sulit dan lambat berkembang. Tanpa pemahaman ushul fiqih dan maqashid syariah, maka pengawas dari regulator gampang menyalahkan yang benar ketika mengaudit bank-bank syariah. Tanpa maqashid syariah, maka regulator (pengawas) akan gampang menolak produk inovatif yang sudah sesuai syariah. Tanpa pemahaman maqashid syariah maka regulasi dan ketentuan tentang PSAK syariah akan rancu, kaku dan mengalami kesalahan fatal. Jiwa maqashid syariah akan mewujudkan fiqih muamalah yang elastis, fleksibel, lincah dan senantiasa bisa sesuai dengan perkembangan zaman (shalihun li kulli zaman wa makan). Penerapan maqashid syariah akan membuat bank syariah dan LKS semakin cepat berkembang dan kreatif menciptakan produk-produk baru, sehingga tidak kalah dengan produk bank-bank konvensional.
Berdasarkan paparan di atas, maka para pejabat Bank Indonesia yang mengawasi dan mengaudit bank syariah, dan pejabat OJK yang mengawasi/meregulasi LKS, wajib sekali (mutlak, tidak bisa ditawar), harus memiliki kompetensi yang standar, Untuk itulah dibutuhkan sertifikasi ushul fiqih bagi regulator keuangan syariah, dan karena itu pula mereka wajib mengikuti training dan workshop ushul fiqih tentang perbankan dan keuangan syariah. Demikian pula halnya bagi auditor eksternal dan internal perbankan dan lembaga keuangan syariah terlebih bagi para perumus PSAK, hukumnya semakin wajib. Selama ini belum ada seorang pun auditor dan pengurus IAI yang mengikuti training ushul fiqih certified, sehingga kompetensi mereka dalam bidang syariah sebenarnya belum distandardisiasi. Realita ini sangat berbahaya jika dibiarkan terus menerus.
Sejalan dengan pertumbuhan perbankan dan keuangan syariah yang semakin cepat, kekurangan ini harus diperbaiki secara bertahap. Apalagi para pengawas bank syariah dari Bank Indonesia di seluruh daerah Indonesia, hukumnya wajib memiliki kompetensi ilmu syariah yang terstandar, yaitu ilmu ushul fiqih perbankan, yang selama ini terabaikan oleh lembaga otoritas tersebut. Dampak buruk dari mengabaikan pilar penting ini, adalah terjadinya kekakuan, kesempatan dan bahkan kesalahan dalam pengawasan dan pengauditan, Banyak sekali (bahkan tidak terhitung jumlahnya), keluhan dan pengaduan praktisi perbankan syariah tentang kejumudan (kekakuan, dan kefatalan) yang dilakukan oleh personil pengawas bank dari lembaga regulator pemerintah tersebut, terutama pengawas di daerah-daerah di seluruh wilayah Indonesia.
Ushul fiqih di Perguruan Tinggi
Perkembangan Program Pendidikan S1, S2 dan S3 Ekonomi Syariah di Indonesia makin pesat seiring dengan pertumbuhan perbankan dan keuangan syariah. Ushul fiqih dan Qawaid fiqh adalah mata kuliah wajib di program-program tersebut. Namun silabus ushul fiqih dan materi yang disampaikan, umumnya masih sangat jauh tertinggal dari kebutuhan dan tuntutan industri perbankan dan keuangan kontemporer. Hampir semua materi mata kuliah ushul fiqih di Program Pascasarjana (Ekonomi Syariah) di Indonesia belum memecahkan masalah-masalah dan kasus-kasus finance dan perbankan kontemporer dalam analisis ushul fiqih dan maqashid syariah. Akibatnya target pengajaran ilmu ushul fiqih tidak tercapai. Mereka menganggap bahwa ilmu ushul fiqih yang diajarkan adalah ilmu ushul fiqih di fakultas syariah di UIN, IAIN atau STAIN. Padahal ilmu ushul fiqih yang diajarkan Program Pascasarjana Ekonomi Syariah berbeda materinya dengan pengajaran ushul fiqih pada umumnya.
Silabus ushul fiqih yang dikembangkan di universitas-universitas yang membuka prodi/konsentrasi ekonomi syariah masih berkutat dengan kasus-kasus beberapa abad silam, bahkan 1 millenium silam, sangat sedikit tentang kasus-kasus financial dan ekonomi apalagi mengenai kasus-kasus financial kontemporer, nyaris tidak tersentuh sama sekali. Buku ushul fiqih lebih banyak diwarnai contoh kasus-kasus ibadah, jinayah, munakahat dan non ekonomi financial. Kalaupun ada sedikit ekonomi, kasusnya sangat sederhana. Akibatnya, mata kuliah ushul fiqih yang diajarkan tidak bisa menjawab dan meresponi isu-isu dan problem keuangan kontemporer, seperti hedging (swap, forward, options), margin during contruction, profit equalization reserve (PER), trade finance dan overseas financing puluhan kasus hybrid contracts, hybrid take over dan refinancing, instrument money market inter bank, skim-skim sukuk, repo, pembiayaan sindikasi antar bank syariah atau dengan konvensional, restrukturisasi, pembiayaan property indent, ijarah maushufash fiz zimmahhybrid take over dan refinancing, forfeiting, skim KTA, pembiayaan multi guna, desain kartu kredit, hukum-hukum terkait jaminan fiducia, hypoteik dan hak tanggungan, serta sejumlah kasus-kasus baru yang terus bermunculan. Kesenjangan ini pada gilirannya tidak bisa mengantar seorang akademisi ataupun praktisi kepada pemahaman metodologi istimbath masalah-masalah ekonomi keuangan kontemporer, yang semakin kompleks.
Kesenjangan antara materi ushul fiqih yang diajarkan di universitas-universitas dengan kasus-kasus aktual yang hendak dijawab dan dibutuhkan industri keuangan tidak boleh dibiarkan berlangsung.
Para Guru Besar Ushul fiqih, Guru Besar Syariah, Fiqih Muamalah, Guru Besar Ekonomi, Guru Besar Hukum, dan Doktor Ekonomi Islam, Doktor Syariah, Doktor Ekonomi yang peduli (berminat) ilmu ekonomi syariah, mutlak harus memahami Ushul fiqih Keuangan Islam kontemporer dengan baik. Untuk itu para pakar syariah tersebut harus memahami ilmu finance kontemporer, praktik dan perkembangannya.
Semua dosen Ushul fiqih di Perguruan Tinggi di Indonesia, baik dosen Program Doktor, Dosen Program Magister dan Strata 1, harus mengikuti forum Workshop Ekselutif Maqashid Syariah pada Ekonomi, Keuangan dan Perbankan, agar materi pengajaran (kuliah)nya terhadap mahasiswa menjadi segar, baru, kontekstual, solutif dan mencerahkan, sehingga bisa melahirkan dosen, DPS, sarjana dan praktisi yang berkualitas.
Pendekatan Maqashid Syariah dalam Workshop
Kajian ushul fiqih dalam forum workshop Iqtishad Consulting lebih banyak ditekankan pada ushul fiqih yang bermuatan maqashid syariah. Maka dalil-dalil yang dibahas umumnya dalil-dalil yang berdimensi maqashid syariah. Setidaknya terdapat 11 (sebelas) dalil syariah, yaitu (Alquran, Sunnah, Ijma’, Qiyas, Istihsan, maslahah mursalah, ‘Urf, Sa’ad zariah, Istishab, fatwa sahabat dan syar’u man qablana). Pembahasan dalil-dalil dari kasus-kasus aktual kontemporer dalam training ini, senantiasa dijiwai oleh maqashid syariah, sebagai pedoman utama dalam perumusan hukum finansial Islam. Oleh karena itu, kajian maqashid syariah mendapatlan waktu dan porsi pembahasan luas dalam forum eksekutif ini.
Selain membahas dalil-dalil syariah dan metode-metode perumusan hukum Islam, Forum Ushul fiqih Perbankan dan keuangan ini akan membahas secara mendalam praktik maqashid syariah sejak zaman Nabi yang dilakukan Rasulullah dengan contoh-contoh kasus yang menarik. Demikian pula maqashid syariah pada zaman sahabat, juga direkonstruksi dengan kasus-kasus historis yang penting sebagai ibrah (pelajaran) dalam berijtihad bagi akademisi dan regulator untuk perumusan regulasi, peraturan, fatwa dan Undang-Undang. Begitu pula maqashid syariah di zaman Imam-Imam mazhab, sampai ke zaman abad pertengahan di masa Imam Al-Ghazali, Ibnu Taymiyah dan Ibnu Qayyim, bahkan sampai ke zaman Syah Waliullah ad-Dahlawy. Dengan demikian, maqashid syariah tidak saja dikaji dari sisi teori dan konsep, melainkan juga dari segi sejarahnya selama berabad-abad. Pendeknya maqashid syariah akan dipaparkan dalam forum ini secara komprehensif dan tuntas, agar bisa menjadi cermin dan pedoman bagi ilmuwan, cendikiawan, ulama dan regulator dalam membuat regulasi, mengawasi, mengaudit dan menciptakan produk perbankan dan keuangan. Selama ini banyak kajian maqashid syariah dilakukan secara dangkal yang hanya berupa kulit-kulit luar saja, sehingga belum banyak pengaruhnya menjiwai perumusan regulasi, penciptaan produk dan malah menciptakan kekakuan dalam pengembangan produk perbankan dan keuangan syariah.
Untuk lebih mengkomprehensifkan materi forum training eksekutif ini, kajiannya juga menggunakan ilmu qawaid fiqh dan tarikh tasyrik fil-muamalat serta didukung ilmu tafsir, ulumul quran dan hadits (mushtalahul hadits). Pendekatan yang holistic ini akan menunjukkan secara nyata bahwa ekonomi syariah adalah ilmu yang multi disiplin yang bisa dipertanggungjawabkan secara akademis. Dan yang lebih penting lagi, pendekatan yang holistic ini akan menghasilkan produk regulasi, aturan dan produk perbankan dan keuangan yang benar-benar sesuai dengan maqashid syariah.
Dalam konteks keindonesiaan kita juga perlu memahami metode penetapan fatwa MUI di Indonesia, yakni bagaimana manhaj dan metode ijtihad yang dilakukan MUI dalam menetapkan fatwa-fatwa ekonomi syarah. Ini penting, agar para akademisi dan praktisi memahami metodologi syariah dalam penetapan suatu hukum ekonomi Islam, sehingga akademisi dan praktisi mengetahui bahwa penetapan fatwa tidak dilakukan sembarangan, melainkan dengan metodologi ushul fiqih yang sophisticateddan sangat ekstra hati-hati.
Urgensi penggalian illat
Konsep illat menjadi bagian penting dalam pembahasan maqashid syariah. Illat merupakan penyebab suatu ketentuan hokum, atau alasan rasional suatu ketentuan hokum syariah. Misalnya illat keharaman riba fadhl pada emas adalah muthlaq ats-tsamaniyah.
Ilmu ushul fiqih yang bermuatan maqashid syariah akan memberikan pemikiran rasional dan filosofis tentang ketentuan ketentuan fiqh muamalah, misalnya mengapa gharar itu dilarang, dan apa illat dari setiap larangan gharar? Mengapa bay’ kali bi kali dilarang? Apa illatnya? Mengapa riba fadhal dilarang? Apa illatnya? Kajian illat dan falsafah tasyri’ tentang riba fadhal ini akan menghasilkan argumentasi rasional mengapa penangguhan jual beli emas, perak, dollar, rupiah dilarang? Tetapi mengapa tahawwuth/hedging untuk maslahah dibolehkan? Mengapa pertukaran dinar dengan rupiah harus cash, sedangkan jual beli emas batangan/perhiasan secara cicilan dibolehkan. Dalam kasus yang lain, mengapa talaqqi rukban dilarang? Apa illatnya? Pertanyaan-pertanyaan itu, menjadi wilayah kajian ilmu ushul fiqih. Ketika illat ditemukan, maka akan berlaku kaidah Al-hukm yaduru ma’al illati wujudan wa’adaman. Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan itu kan ditemukan di forum workshop eksekutif maqashid syariah dalam ekonomi, keuangan dan perbankan syariah.
Terus yang penting lagi adalah, apaillat larangan transkasi dua akad dalam satu transaksi? Mengapa akad two in one itu dilarang dan mengapa hybrid kontrak dibolehkan? Bentuk akad two in one bagaimana yang dilarang. Jawabannya harus dijelaskan secara rasional dan filosofis dalam koridor ilmu ushul fiqih. Urgensi mengetahui illat ini menjadi keharusan, mengingat telah terjadi kesasahan fatal, yaitu mengeneralisasi secara salah bahwa setiap two in one (dua akad dalam 1 transaksisi) dilarang, padahal hanya ada dua bentuk saja dari akad two in one yang dilarang. Ratusan bentuk lainnya dihalalkan. Kesalahan fatal ini karena kajian fikih muamalahnya tanpa didasari ilmu ushul fiqih tentang illat dan maqasid syariah serta kajian ilmu hadits yang mendalam.
Satu lagi yang cukup penting adalah tentang akad ta’alluq, Ada banyak pandangan yang mengenerasisasi semua ta’alluq itu dilarang, semua jual beli bersyarat itu dilarang, tanpa mengkaji dan memahami mengapa ta’alluq itu dilarang, apa illatnya, bentuk ta’alluq yang bagaimana yang dilarang dan bentuk ta’alluq bagaimana yang dibolehkan? Mengapa jual beli bersyarat itu dilarang,apa illatnya? Semua pengetahuan ini sangat berguna menghasilkan pengetahuan-pengetahuan baru yaitu akan memberikan pemahaman apa dan bagaimana bentuk akad ta’alluq yang dilarang dan mana pula yang dibolehkan, begitu pula jual beli bersyarat, mana jual beli yang dilarang dan mana pula yang dibolehkan. Semua analisisnya harus didasarkan pada kajian illat dalam metodologi ushul fiqih selain analisis ilmumushtalahul hadits.
Contoh lainnya yang juga menarik adalah akad sewa beli (lease and purchase), apakah akad ini bisa disebut sebagai gharar? Apa yang gharar dalam akad ini? Ketidakjelasan akadnya sewa atau beli, atau dianggap tidak jelas pemindahahan kepemilikan? Di sinilah diperlukan kajian illat dan maqashid syariah, sebuah kajian falsafah syariah mengapa gharar itu dilarang, apakah illatnya terdapat pada akad sewa beli itu?
Secara praktis, sebenarnya akad sewa beli tidak gharar, karena akadnya sudah jelas sekali. Dr. Usman Tsabir sudah membahas kontrak ini dalam buku Fiqih Muamalah Maliyah Mu’ashirah, secara tuntas (Kuwait, 2006). Begitu sewa berakhir, maka secara otomatis dan demi hukum asset menjadi milik nasabah, tanpa perlu akad baru lagi, karena janji hibah yang diaktekan ada saat akad sudah terwujud secara otomatis setelah berakhirnya periode sewa. Kejelasan akad sewa beli ini, tidak akan memancing dispute atau rawan perselisihan, karena itu hukumnya boleh. Jual beli gharar yang illatnya sudah hilang, hukumnya boleh, sesuai dengan kaidah al-hukm yaduru ma’al illat wujudan wa ‘adaman.
Dalam kasus ini gharar itu dilarang karena akan sangat rawan menimbulkan perselisihan para pihak, sedangkan dalam akad sewa beli semuanya sudah jelas, sama jelasnya dengan kontrak jual beli. Karena akad yang jelas itu maka peluang perselisihan akibat akad hybrid sebenarnya tidak ada. Kalaupun peluang dispute ada, tapi porsinya sedikit sekali dan kecil sekali, bahkan disputenya bukan karena ghararnya, melainkan karena moral hazard di antara kedua pihak, misalnya dengan sengaja menunda pembayaran cicilan. Kecilnya peluang perselisihan sewa sama saja dengan kecilnya peluang jual beli murabah cicilan, sebab setiap akad pasti selalu ada kemungkinan terjadinya perselisihan, tapi sekali lagi bukan karena ketidakjelasan akadnya, melainkan karena morald hazard terutama dari nasabah yang mencicil.
Mari kita gunakan logika yang salim, kalau ada akad lease and purchase tanpa hunga, dengan ketentuan akad yang jelas, maka hukumnya boleh, karena tidak gharar. Dengan demikian tidak semua gharar itu dilarang. Hanya gharar yang besar (gharar katsir) saja yang dilarang, yaitu yang peluang mendatangkan perselisihan saja yang dilarang syariah, sedangkan gharar yang sedikit tidak dilarang. Oleh karena itulah ulama membagi gharar kepada 3 macam, gharar katsir, gharar mutawassith dan gharar qalil.
Kemahiran menemukan illat, maslalah dan maqasahid dari suatu akad dan transaksi sangat diperlukan, mengingat kasus-kasus baru terus bermunculan, seperti pembiayaan KPR syariah secara indent, MDC (Margin During Construction), tawarruq munazzam, dan sebagainya. Ilmu ushul fiqih akan merekonstruksi illat dari larangan jual beli indent (KPR Property Syariah), bentuk pembiayaan KPR indent bagaimana yang dilarang? Mengapa dalam jual beli salam, uangnya harus cash? sehingga jual beli kali bikali (al-bay’ bi ajli badalain) dilarang? dan bentuk kali bikali bagaimana yang dilarang, dan mengapa dilarang? Apa perbedaan illat antara KPRS Indent (yang menggunakan akad MMq) dengan jualbeli kali bi kali yang dilarang Nabi Muhammad saw? Atau dengan perkataan lain, apakah boleh cicilan pada salam fil manafi’ untuk pembiayaan KPRS Indent dengan musyarakah mutanaqishah? Kalau dilarang apa illatnya? Apakah illatnya sudah berubah dan berbeda dengan illat kali bi kali? Kalau illatnya sama maka KPRS indent dengan MMq tentu tidak dibolehkan, tetapi jika illatnya berbeda,maka KPRS Indent dengan MMq dibolehkan.Disinilah diperlukan kecerdasan dan kepiawaian dalam menemukan illat suatu kasus keuangan syariah.
Untuk Menemukan Illat dibutuhkan disiplin ilmu lain
Upaya menemukan illat sering kali membutuhkan pengetahuan disiplin ilmu lain yang terkait, misalnya ilmu ekonomi makro. Mungkin secara fiqh muamalah formal, suatu kasus dibolehkan, tetapi setelah mengkaji maslahat dan mufdharatnya dari perspektif ilmu ekonomi makro, sesuatu kasus situ bisa dilarang. Karena itu kita jangan terjebak kepada kerangkengfiqh muamalah,tapi temukanlah illat, temukan maslahah dan mudharat dalam sinaran maqashid syariah.
Mungkin saja seseorang ahli dalam ushul fiqih, tapi tidak menggunakan pisau analisis ilmu ekonomi makro, sehingga tidak bisa menemukan illat dengan tepat di bidang ekonomi, Misalnya ada seorang pakar di luar negeri yang membolehkan transaksi bursa komodity berjangka karena mengqiyaskannya dengan bay’ salam, secara formal (fiqih) memang kelihatnnya mirip. Namun secara illat dan maqashid, terdapat unsur derivatif ribawi di dalamnya, sehingga transkasi itu menjadi terlarang.
Contoh lain yang cukup sederhana antara lain tentang illat larangan riba, dikatakan illatnya zhulm. Kesalahan menemukan illat riba, akan menimbulkan kesalahan fatal berikutnya, misalnya menganggap suku bunga bank di Jepang yang berkisar 2-3 persen setahun adalah tidak riba dibanding margin murabahah di Indonesia yang mencapai 10-12 persen setahun. Di sini dibutuhkan teori-teori ilmu ekonomi makro Islami, seperti teori inflasi, teori bubble dan krisis, hubungannya dengan produksi, employment, dan sebagainya.
Pakar ekonomi Islam dan hukum ekonomi Islam harus bisa menemukan illatnya secara tepat dan akurat. Pengetahuan tentang illat ini begitu urgen, karena dengan mengetahui illat, maka ketentuan fiqih muamalah akan selalu bermuatan maslahah dan maqashid syariah sehingga syariah akan selalu aktual, segar dan relevan dengan perubahan-perubahan bisnis dan tuntutan-kemajuan-zaman.
Dalam ilmu ushul fiqih kajian tentang illat dibahas dalam sub bahasan masalikul illat, yang dimulai dari takhrijul manath, kemudian tanqihul manath dan terakhir tahqiqul manath.
Selanjutnya dalam kajian illat dan maslahah, seorang ahli ushul fiqih harus bisa menentukan qiyas jaliy dan qiyas khafi dalam banyak kasus ekonomi keuangan, Tanpa pengetahuan tentang qiyas jaliy dan qiyas khafiy, maka akan mengakibatkan pandangan yang keliru dalam memahami suatu konsep fiqih muamalah, seperti menggenerasilasi semua tawarruq dilarang. Padahal harus dibedakantawarruq munazzam pada umumnya dengan tawarruq yang nyata-nyata sektor riil, untuk pembiayaan pertanian dan UMKM, maka penyalurannya juga pasti menganalisa risiko dan kalkulasi bisnis pertanian itu. Harus juga dibedakan tawarruq fiqhiy yang dimakruhkan Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qayyim, dengan tawarruq fiqhiy yang nyata-nyata dananya untuk sektor riil. Dengan demikian, pakar keuangan syariah, akademisi dan praktisi harus bisa memahami konsep Istihsan dengan baik, agar pemahaman keuangan syariahnya utuh dan komprehensif.
Pengetahuan pisau analisis qiyas jaliy ke qiyas khafiy, akan menolong seorang pakar untuk membedakan musyarakah mutanaqishah untuk KPRS indent dengan Ijarah Maushufah fiz Zimmah (IMFZ) dengan bay kali bi kali (al-bay’ bi ajli badalain). Kalau seorang ahli fiqih tidak bisa membedakannya, maka MMq indent dianggap tidak sah, karena IMFZ sesungguhnya adalah bay’ salam, sedangkan bay’ salam harus duluan semua uangnya. Di sinilah perlu analisis dan kajian komprehensif tentang perbedaan IMFZ dengan bay kali bi kali, Setidaknya terdapat 4 hal yg membedakanantara keduanya dan para ulama dunia membolehkannya asalkan akadnya tidak menggunakan redaksi salam.
Di sisi lain, pembiayaan KPRS indent dengan IMFZ harus dikaji dan dianalisis dengan bantuan ilmu ekonomi makro, sebab mungkin saja secara teori hukum Islam lolos, namun dari aspek kajian yang lebih luas, (ilmu ekonomi makro), transaksi itu menimbulkan resiko kemudhratan, misalnya membuka spekulasi property, menciptakan gelembung-gelembung harga, yang berisiko tunggi bagi bank yang memberikan pembiayaan, dan sebagainya. Nah, kalau ada problem mudarat seperti itu, maka pembiayaan property indent dengan IMFZ pada MMq, seharusnya dilarang, sebagaimana yang secara cerdas telah diatur oleh Bank Indonesia, sebelum berpindah ke OJK.
Kajian-kajian maqashid syariah yang bermuatan analisis illat, alasan-alasan rasional dan filosofis akan mewarnai semua kajian akad-akad, produk, mekanisme, sistem dan regulasi keuangan dan perbankan syariah
Kalangan masyarakat awam, mungkin tidak begitu perlu memahami ilmu ushul fiqih keuangan, tetapi, seorang pejabat bank/LKS, direksi, DPS, terlebih regulator (OJK) dan BI, Dosen Ekonomi Syariah, auditor, hakim, wajib memahami ilmu ushul fiqih dan maqashid syariah. Demikian pula General Manager Bank Syariah, Pimpinan Divisi, Head Group, Branch Manager, (kepala cabang), semua dosen prodi ekonomi Islam, konsultan, notaris syariah perlu memahami ilmu ushul fiqih ini. Untuk itulah, Iqtishad terus-menerus menggelar Training dan Workshop Ushul fiqih fil Muamalah Maliyah Mua’shirah, yaitu ushul fiqih tentang keuangan kontemporer bagi Dosen Pascasarjana Ekonomi Islam, Dosen Prodi Ekonomi Islam, DPS, Komisaris Bank/LKS, Direktur Bank Syariah/LKS, Dewan Pengawas Syariah, Regulator (OJK), Lawyer, Hakim, Auditor, akuntan public, notaries, dan konsultan, bahkan untuk para Guru Besar (Professor dan Doktor-doktor ekonomi Islam, Doktor Syariah dan Doktor Ekonomi yang berminat mendalami ekonomi Islam.



Sumber kajian:
 http://www.dakwatuna.com


Ayat (dalil) Akad Produk Perbankan Syari'ah

Beberapa ayat yang menjadi dalil akad dari produk Perbankan Syari'ah diantaranya:

1. Mudharobah (Akad Bagi Hasil)

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ وَلا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا (٢٩

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu, Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.(Q.S An - Nisa : 29)


فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَالِكُمْ لا تَظْلِمُونَ وَلا تُظْلَمُونَ (٢٧٩
Artinya :  Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak Menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. (Q.S : Al-Baqarah : 279 )

2. Wadi'ah (Titipan )

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الأمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا (٥٨)
Artinya : Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat. (Q.S : An-Nisa : 58)


3. Ijarah (Sewa Menyewa )

قَالَتْ إِحْدَاهُمَا يَا أَبَتِ اسْتَأْجِرْهُ إِنَّ خَيْرَ مَنِ اسْتَأْجَرْتَ الْقَوِيُّ الأمِينُ (٢٦
Artinya : salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya". (Q.S : Alqashah : 26 )

وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ وَسَتُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ (١٠٥
Artinya : Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, Maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan. (QS : At - Taubah : 105)

3. Rahn (Gadai)

وَإِنْ كُنْتُمْ عَلَى سَفَرٍ وَلَمْ تَجِدُوا كَاتِبًا فَرِهَانٌ مَقْبُوضَةٌ فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُمْ بَعْضًا فَلْيُؤَدِّ الَّذِي اؤْتُمِنَ أَمَانَتَهُ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ وَلا تَكْتُمُوا الشَّهَادَةَ وَمَنْ يَكْتُمْهَا فَإِنَّهُ آثِمٌ قَلْبُهُ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ (٢٨٣
Artinya : jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang[180] (oleh yang berpiutang). akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) Menyembunyikan persaksian. dan Barangsiapa yang menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q.S : Al-Baqarah : 283)

4. Musyarokah (Perkongsian / Kerja Sama)

قَالَ لَقَدْ ظَلَمَكَ بِسُؤَالِ نَعْجَتِكَ إِلَى نِعَاجِهِ وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ الْخُلَطَاءِ لَيَبْغِي بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ إِلا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَقَلِيلٌ مَا هُمْ وَظَنَّ دَاوُدُ أَنَّمَا فَتَنَّاهُ فَاسْتَغْفَرَ رَبَّهُ وَخَرَّ رَاكِعًا وَأَنَابَ (٢٤
Artinya : Daud berkata: "Sesungguhnya Dia telah berbuat zalim kepadamu dengan meminta kambingmu itu untuk ditambahkan kepada kambingnya. dan Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan Amat sedikitlah mereka ini". dan Daud mengetahui bahwa Kami mengujinya; Maka ia meminta ampun kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan bertaubat. (Q.S : Shaad : 24)


5. Salam (Pesanan )

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ وَلْيَكْتُبْ بَيْنَكُمْ كَاتِبٌ بِالْعَدْلِ وَلا يَأْبَ كَاتِبٌ أَنْ يَكْتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ اللَّهُ فَلْيَكْتُبْ وَلْيُمْلِلِ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ وَلا يَبْخَسْ مِنْهُ شَيْئًا فَإِنْ كَانَ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ سَفِيهًا أَوْ ضَعِيفًا أَوْ لا يَسْتَطِيعُ أَنْ يُمِلَّ هُوَ فَلْيُمْلِلْ وَلِيُّهُ بِالْعَدْلِ وَاسْتَشْهِدُوا شَهِيدَيْنِ مِنْ رِجَالِكُمْ فَإِنْ لَمْ يَكُونَا رَجُلَيْنِ فَرَجُلٌ وَامْرَأَتَانِ مِمَّنْ تَرْضَوْنَ مِنَ الشُّهَدَاءِ أَنْ تَضِلَّ إِحْدَاهُمَا فَتُذَكِّرَ إِحْدَاهُمَا الأخْرَى وَلا يَأْبَ الشُّهَدَاءُ إِذَا مَا دُعُوا وَلا تَسْأَمُوا أَنْ تَكْتُبُوهُ صَغِيرًا أَوْ كَبِيرًا إِلَى أَجَلِهِ ذَلِكُمْ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ وَأَقْوَمُ لِلشَّهَادَةِ وَأَدْنَى أَلا تَرْتَابُوا إِلا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً حَاضِرَةً تُدِيرُونَهَا بَيْنَكُمْ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَلا تَكْتُبُوهَا وَأَشْهِدُوا إِذَا تَبَايَعْتُمْ وَلا يُضَارَّ كَاتِبٌ وَلا شَهِيدٌ وَإِنْ تَفْعَلُوا فَإِنَّهُ فُسُوقٌ بِكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَيُعَلِّمُكُمُ اللَّهُ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ (٢٨٢

Artinya :  Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah[179] tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau Dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, Maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). jika tak ada dua oang lelaki, Maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa Maka yang seorang mengingatkannya. janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, Maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. jika kamu lakukan (yang demikian), Maka Sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu. ( Q.S : Al-Baqarah : 282 )

6. Qard (Utang Piutang)

مَنْ ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَاعِفَهُ لَهُ أَضْعَافًا كَثِيرَةً وَاللَّهُ يَقْبِضُ وَيَبْسُطُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ (٢٤٥


Artinya : Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), Maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan. (Q.S : Al-Baqarah : 245 )


to be continues...

Mengenal kata Muflis (bangkrut) Menurut Nabi Shalallahu'alaihi wa sallam

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَتَدْرُوْنَ مَا الْمُفْلِسُ؟ قَالُوْا الْمُفْلِسُ فِيْنَا مَنْ لاَ دِرْهَمَ لَهُ وَلاَ مَتَاعَ فَقَالَ إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلاَةٍ وَصِيَامٍ وَزَكاَةٍ وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَأَكَلَ مَالَ هَذَا وَسَفَكَ دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّارِ
“Tahukah kalian, siapakah muflis (orang yang bangkrut) itu?”, mereka (para sahabat) berkata, “Orang bangkrut yang ada diantara kami adalah orang yang tidak ada dirhamnya dan tidak memiliki barang”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Orang yang bangkrut dari umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan membawa amalan sholat, puasa, dan zakat. Dia datang dan telah mencela si fulan, telah menuduh si fulan (dengan tuduhan yang tidak benar), memakan harta si fulan, menumpahkan darah si fulan, dan memukul si fulan. Maka diambillah kebaikan-kebaikannya dan diberikan kepada si fulan dan si fulan. Jika kebaikan-kebaikan telah habis sebelum cukup untuk menebus kesalahan-kesalahannya maka diambillah kesalahan-kesalahan mereka (yang telah ia dzolimi) kemudian dipikulkan kepadanya lalu iapun dilemparkan ke neraka.” (HR Muslim IV/1997 no 2581)
TAHRIJ HADITS :
Hadits di atas derajadnya shahih. Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad (2 : 334, No. 8395), Muslim (4 : 1997, No. 2581), Tirmidzi (4 : 613, No. 2418), Thabrani dalam Al-Ausath ( 3 : 156, No. 2778) dan Dailami (2 : 60, No. 2338). Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu.
PENJELASAN :
Dalam Syarhu as-Sunani Abi Daud oleh Abdul Muhsin al-Ibad (6 : 500), dapat kita baca penjelasan hadits di atas sebagai berikut :
“Para sahabat memahami al-muflis sebagai kebangkrutan duniawi, sedangkan maksud Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah kebangkrutan ukhrawi. Maka jawab beliau : ‘al-muflis (bangkrut) ialah orang yang di hari kiamat dengan membawa (sebanyak-banyak) pahala shalat, zakat, puasa dan haji; tetapi (sementara itu) datanglah orang-orang yang menuntutnya, karena ketika (di dunia) ia mencaci ini, menuduh itu, memakan harta si ini, melukai si itu, dan memukul si ini. Maka di berikanlah pahala-pahala kebaikannya kepada si ini dan si itu. Jika ternyata pahala-pahala kebaikannya habis sebelum dipenuhi apa yang menjadi tanggungannya, maka diambillah dosa-dosa mereka (orang-orang yang pernah di dzalimi, dipukul, di fitnah), lalu dosa-dosa itu ditimpakan kepadanya. Kemudian dia dicampakkan ke dalam api neraka’.
Sedangkan dalam Syarhu Riyadhu ash-Shalihin oleh ‘Utsaimin (27 : 38-39) disebutkan:
“Adapun yang dimaksud dalam hadits ini adalah informasi kepada para sahabat tentang hal yang tidak diketahui atau mereka tidak mengetahui apa yang dimaksudkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau bersabda, ‘Tahukah kalian, siapakah orang yang bangkrut itu ?’
Merekapun menjawab: ‘Orang yang bangkrut menurut kita adalah mereka yang tidak memiliki uang dan harta benda yang tersisa.’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bukan dalam konteks uang dan harta, yaitu sesuatu dari jenis harta. Maksudnya al-muflis dalam konteks seperti ini adalah fakir (miskin) dan pengertian seperti ini sudah dimaklumi orang banyak. Maka apabila ditanyakan, ‘Siapa yang bangkrut ?” Maksudnya adalah orang yang tidak memiliki uang dan harta, dan ini adalah fakir.
Maka jawab beliau : ‘al-muflis (bangkrut) ialah orang yang di hari kiamat dengan membawa (sebanyak-banyak) pahala shalat, zakat’. Dalam riwayat lain, ‘Orang yang di hari kiamat dengan membawa kebajikan ibarat besarnya gunung’, yaitu orang datang di hari kiamat dengan kebajikan yang banyak.Orang itu penuh dengan kebajikan, tetapi ketika (di dunia) ia mencaci ini, menuduh itu, memakan harta si ini, melukai si itu, dan memukul si ini.Maksudnya ia menzalimi orang lain dengan berbagai kezaliman dan orang-orang yang pernah dizaliminya itu menuntut haknya yang tidak diperoleh ketika di dunia dan menuntutnya di akhirat. Lalu terpenuhilah tuntutannya itu. Maka diambillah pahala amal kebajikan orang yang pernah menzalimi di dunia itu menjadi pahala amal kebajikan orang yang pernah dizaliminya secara adil. Inilah pembalasan (qishas) yang hakiki nantinya. Jika pahala amal kebajikannya tidak mencukupinya lagi untuk membalas kesalahannya, selanjutnya ia dicampakkan ke dalam neraka. Semoga Allah memberikan perlindungan dalam hal seperti ini.…’ “
NIKMAT-NYA DI GHIBAHI :
Dikatakan kepada Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah bahwasanya si fulan telah mengghibahmu. Maka beliaupun mengirim sepiring makanan yang manis kepada orang yang telah mengghibahnya tersebut lalu berkata kepadanya, “Telah sampai kabar kepadaku bahwasanya engkau telah menghadiahkan (pahala) kebaikan-kebaikanmu kepadaku maka aku ingin membalas kebaikanmu tersebut.” (Lihat: Wafayaatul A’yaan wa anbaa’ abnaauz zamaan II/71)
Seorang penyair berkata :
يُشَارِكُ لَكَ الْمُغْتَابُ فِي حَسَنَاتِهِ وَيُعْطِيْكَ أَجْرَ صَوْمِهِ وَصَلاَتِهِ
فَكَافِهِ بِالْحُسْنَى وَقُلْ رَبِّ جَازِهِ بِخَبْرٍ وَكَفِّرْ عَنْهُ سَيِّئَاتِهِ
فَيَا أَيُّهَا الْمُغْتَابُ زِدْنِي فَإِنْ بَقِيَ ثَوَابُ صَلاَةٍ أَوْ زَكاَةٍ فَهَاتِهِ
Orang yang mengghibahmu menyertakan engkau dalam kepemilikan kebaikan-kebaikannya
Dan ia menghadiahkan kepadamu pahala puasa dan sholatnya
Maka hendaklah engkau membalasnya dengan kebaikan dan katakanlah, “Wahai Tuhanku balaslah dia dengan kebaikan dan hapuslah dosa-dosanya”
Wahai orang yang menggibahku tambahlah hadiahmu kepadaku…
Jika masih tersisa pahala sholatmu dan zakatmu maka berikanlah kepadaku.
Saudara dan saudari ku yang kucinta karna Allah.. Jika kita benar-benar paham hakikat dan fakta ini, apa masih ada alasan untuk marah? Apakah masih ada alasan untuk kecewa? Apakah masih ada alasan untuk meluapkan emosi? Bahkan mengumpat, atau berusaha untuk merubah skor satu sama? Renungkanlah..
BAGI PARA PENG-GHIBAH, PARA PEN-FITNAH :
Bertaubatlah kepada Allah Subhanahu wata’ala, kenapa Anda men-fitnah seseorang? Apakah karna Anda benci dia? Kira-kira mau tidak memberikan uang anda kepada orang yang Anda benci?
Kalau Anda tidak ingin memberikan uang Anda kepada orang yang Anda benci, mengapa Anda dengan mudahnya memberikan pahala Anda kepada orang yang Anda benci? Kenapa Anda memberikan ganjaran-ganjaran dari amal ibadah Anda kepada orang yang Anda benci? Dan mengapa Anda mempertaruhkan sehingga orang tersebut memberikan dosanya kepada Anda? Renungkanlah..
Berkata Al-Hasan Al-Bashri, كَفَّارَةُ الْغِيْبَةِ أَنْ تَسْتَغْفِرَ لِمَنِ اغْتَبْتَهُ “Penebus dosa ghibah adalah engkau meminta ampunan bagi orang yang engkau ghibahi.” (Lihat: Majmu’ fatawa XVIII/189)

Dikutip dari : https://1bnuumar.wordpress.com

Umat Akhir Zaman

Dari Ma’qil bin Yasar ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “ Beribadahlah pada waktu terjadi al Haraj (pembunuhan) seperti hijrah ke saya.” (HR Muslim, Turmudzi, dan Ibnu Majah)
Dari Zubair bin Adly bahwa ia melaporkan kepada Anas setelah perdebatan, lalu Ia (Anas) berkata, “ Bersabarlah kalian !, Susungguhnya, tidak akan datang pada kalian suatu zaman kecuali yang lebih jelek daripadanya hingga kalian menjumpai Tuhan kalian. Ini saya dengar dari Nabi SAW.” (HR Bukhari dan Turmudzi)
Dari Tsauban ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, “ Sesungguhnya yang paling aku takuti dari umatku adalah para pemimpin yang sesat. Jika meletakkan pedang pada umatku, ia tidak akan mengangkatnya sampai hari kiamat.” (HR Abu daud dan Ibnu Majah)
سنن ابن ماجه ٤٠٢٦: حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ قُدَامَةَ الْجُمَحِيُّ عَنْ إِسْحَقَ بْنِ أَبِي الْفُرَاتِ عَنْ الْمَقْبُرِيِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَيَأْتِي عَلَى النَّاسِ سَنَوَاتٌ خَدَّاعَاتُ يُصَدَّقُ فِيهَا الْكَاذِبُ وَيُكَذَّبُ فِيهَا الصَّادِقُ وَيُؤْتَمَنُ فِيهَا الْخَائِنُ وَيُخَوَّنُ فِيهَا الْأَمِينُ وَيَنْطِقُ فِيهَا الرُّوَيْبِضَةُ قِيلَ وَمَا الرُّوَيْبِضَةُ قَالَ الرَّجُلُ التَّافِهُ فِي أَمْرِ الْعَامَّةِ
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami Yazid bin Harun telah menceritakan kepada kami Abdul Malik bin Qudamah Al Jumahi dari Ishaq bin Abu Furat dari Al Maqburi dari Abu Hurairah dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Akan datang tahun-tahun penuh dengan kedustaan yang menimpa manusia, pendusta dipercaya, orang yang jujur didustakan, amanat diberikan kepada pengkhianat, orang yang jujur dikhianati, dan Ruwaibidlah turut bicara.” Lalu beliau ditanya, “Apakah Ruwaibidlah itu?” beliau menjawab: “Orang-orang bodoh yang mengurusi urusan perkara umum.” (Sunan Ibnu Majah)
Dari Abdullah bin Amr bin Ash ra bahwa Rasulullah SAW bersabda , “ Bagaimana denganmu jika kamu berada di tengah kekacauan, janji janji dan amanat mereka abaikan, kemudian mereka berselisih seperti ini ?” Lalu, beliau menyilangkan antara jari jari. Abdullah bin Amr bertanya,” Lalu , dengan apa engkau menyuruhku?” Beliau menjawab, “Jagalah rumah, keluargamu, lidahmu, dan lakukanlah apa yang kamu tahu dan tinggalkan yang mungkar, serta berhati hatilah dengan urusanmu sendiri, lalu tinggalkanlah perkara yang umum “ (HR Abu Daud dan Nasa’i)
Dari Hudzaifah bin al Yaman ra bertanya, “ Wahai Rasulullah, apakah setelah kebaikan akan datang kejahatan?” Beliau menjawab, “ Ya, banyak penyeru yang mengajak ke pintu jahanam, maka, barangsiapa yang mengijabahnya (mengikutinya), mereka akan dilemparkan ke dalamnya.” Aku bertanya,”Sifatkanlah mereka itu kepada kita.” Beliau SAW berkata,”Mereka dari golongan kita dan berbicara dengan bahasa kita,” Aku berkata,”Lalu, kau suruh apa ketika aku melihatnya?” Beliau SAW menjawab, “Lazimilah (berpeganglah) pada jamaah muslimun dan imam mereka.” Aku berkata,” Jika tidak ada jamaah dan Imam?” Beliau SAW menjawab,” Jauhilah semua kelompok itu meskipun akar pohon melilitmu hingga maut menjemputmu, dan engkau tetap seperti itu.” (HR Muslim)
Dari Abu Dzar ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda,” Wahai Abu Dzar, bagaimana kamu jika berada dalam kekacauan?” Lalu beliau SAW menyilangkan  jari jarinya. Abu Dzar berkata, “ Apa yang akan engkau perintahkan kepadaku, ya Rasulullah?” beliau menjawab,”Bersabarlah ! bersabarlah ! manusia akan berpura pura dengan akhlak dan perbuatan mereka.” (HR Hakim dan Baihaqi)


Pasar Modal Syariah


Pengertian

Pasar Modal Syariah (capital market) merupakan pasar untuk berbagai instrumen keuangan jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik dalam bentuk utang maupun modal sendiri. kalau pasar modal merupakan pasar untuk surat berharga jangka panjang, maka pasr uang (money market) pada sisi yang lain merupakan pasar surat berharga jangka pendek. Baik pasar modal maupun pasar uang merupakan bagian dari pasar keuangan (financial market).

Jika di pasar modal diperjualbelikan instrumen keuangan seperti saham, obligasi, waran, right, obligasi konvertibel, dan berbagai produk turunan (derivatif) seperti opsi (put and call), maka dipasar uang diperjualbelikan antara lain Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Surat Berharga Pasar Uang (SBPU), Comercial Paper Notes, Call Money, Repurchase Agreement, Banker's Acceptence, Treasury Bills, dan lain-lain.

Prinsip instrument pasar modal syariah berbeda dengan pasar modal konvensional. Sejumlah instrumen syariah sudah diperkenalkan kepada masyarakat, misalnya saham yang berprinsipkan syariah dimana kriteria saham syariah adalah saham yang dikeluarkan perusahaan yang melakukan usaha yang sesuai syariah. demikian juga, usaha untuk merealisasikan praktek obligasi syariah atau obligasi yang berprinsip syariah.

Sistem mekanisme pasar modal konvensional yang mengandung riba, maysir dan gharar selama ini menimbulkan keraguan adanya pasar modal yang tidak mengandung riba, maysir dan gharar. keberadaan bab ini jauh dari usaha untuk menjelaskan mekanisme pasar modal yang menggunakan prinsip syariah, tetapi lebih tepat mengilustrasikan instrumen syariah yang ada di dalam - mekanisme - pasar modal yang ada saar ini, seperti; Jakarta Islamic Index (JII) dan selanjutnya reksadana syariah.


Sumber : Bank syariah dan Lembaga Keuangan Syariah, Deskripsi dan Ilustrasi. Heri Sudarsono
Sumber gambar : http://keuangansyariah.mysharing.co

Peran Fiqh Muamalah Klasik Dalam Bisnis Kontemporer



A.            PENDAHULUAN
Islam sebagai agama yang universal, mengajarkan seluruh aspek kehidupan penganutnya seperti masalah ibadah, akhlaq termasuk juga tata cara dalam kehidupan sehari-hari yang sering kita sebut dengan muamalat. Akan tetapi sebagai salah satu aspek yang sangat penting dalam kehidupan ummat Islam, ketentuannya tidak tercantum secara rinci dan jelas dalam al-Qur’an sehingga perlu penjelasan yang lebih rinci dan mendalam melalui ijtihad para ulama.
Melihat fenomena yang seperti ini, pada masa perkembangan peradaban Islam para ilmuwan dan pemikir muslim mulai meneliti dan mencari penjelasan tentang masalah muamalat ini baik melalui penafsiran al-Qur’an, hadits Rasulullah saw maupun pendapat-pendapat para shahabat yang hidup di zaman rasulullah yang lebih mengetahui bagaimana cara Rasul ber-muamalat yang mulai berkembang pada abad perta Hijriyah[1]. Ternyata kerja keras itupun tidak sia-sia, para ulama fiqh itupun kemudian menetapkan beberapa ketentuan dalam fiqh Muamalat yang sering kita sebut dengan Fiqh Muamalah era Klasik.
Seiring dengan perkembangan zaman tentu saja problematika dan fenomena muamalah ini asemakin beragam sehingga membutuhkan pengkajian yang lebih dalam lagi. Untuk menjawab tantangan ini para ulama kontemporerpun tidak mau berpangku tangan melihat fenomena yang semakin beragam, mereka mencaba kembali meneliti dan berusaha menemukan pemecahan masalah dari fenomena muamalah tersebut dengan mengkombinasikan antara cara rasional dan tradisional dengan teknologi yang ada sekarang sehingga Islam tetap menunjukkan jatidirinya sebagai agama yang peka tehadap segala zaman  dan hasilnya mereka memecahkan seluruh permasalahan yang ada yang kemudian dikenal dengan konsep fiqh muamalah kontemporer.
Lalu bagaimana sebenarnya konsep fiqh muamalah kontemporer tersebut? Bagaimana pula perbandingannya dengan fiqh muamalah klasik dan apakah fiqh muamalah klasik itu masih relevan dengan perkembangan bisnis kontemporer yang ada saat ini? Melalui makalah ini penulis akan mencoba menjelaskan seluruh permasalahan yang telah dikemukakan di atas, semoga dengan tulisan ini pembaca akan sedikit terbantu dalam memahami fiqh muamalah kontemporer dan peran fiqh muamalah klasik itu sensiri dalam bisnis kontemporer yang semakin berkembang saat ini.
B.     KONSEP FIQH MUAMALAT KLASIK
1.      Pengertian dan Ruang Lingkup Muamalat Klasik[2]
Secara sederhana, muamalat dapat diartikan sebagai pergaulan hidup tempat setiap orang melakukan perbuatan dalam hubungannya dengan orang-orang lain di sekitarnya. Sedangkan hokum muamalat dapat diartikan sebagai patokan atau aturan hokum yang mengatur hubungan hak dan kewajiban  dalam hidup bermasyarakat.
Adapun ruang lingup pembahasan fiqh muamakat klasik ini para fuqaha membatasi pembicaraan hokum muamalat dalam urusan-urusan perdata yang menyangkut hubungan kebendaan seperti pengertian benda dan macam-macamnya, hubungan manusia dengan benda yang menyangkut hak milik, pencabutan hak milik perikatan tertentu seperti jual-beli, utang piutang, sewa-menyewa dan sebagainya.
2.      Sumber hokum Muamalat dan Kedudukannya dalam Islam[3]
Muamalat sebagai suatu aturan yang menyangkut hubungan manusia dalam kehidupannya merupakan suatu bidang yang sangat penting dalam agama Islam, bahkan Nabi sendiri pernah berkata bahwa agama adalah muamalat. Akan tetapi walaupun muamalat mengatur hal-hal yang bersifat duniawi nilai-nilai agama tetap tidak bisa dipisahkan darinya, karena pergaulan hidup duniawi manusia itu akan tetap mendapat akibat-akibat di akhirat kelak.
Adapun sumber-sumber hokum muamalat adalah:[4]
a.       Al-qur’an yang memberikan ketentuan-ketentuan umum muamalat
b.      Sunnah rasul yang memberikan keterangan yang lebih rinci yang juga berfungsi memberikan penafsiran sumber hokum muamalat yang terdapat dalam al-Qur’an
c.       Ijtihad juga sangat diperlukan untuk lebih memperjelas ketentuan kedua sumber hukum di atas.
3.      Prinsip-Prinsip hokum Muamalat Klasik[5]
a.       Pada dasarnya segala bentuk muamalat adalah mubah kecualai yang ditentukan lain oleh al-Qur’an dan hadits Rasul
b.      Muamalat dilakukan atas dasar suka-rela tanpa mengandung unsur paksaan
c.       Muamalat dilakukan atas dasar pertimbangan mendatangkan manfaat dan menghilangkan mudharat dala hidup masyarakat
d.      Muamalat dilaksanakan dengan memelihara nilai keadilan, menghindarkan unsur-unsur penganiayaan dan unsur-unsur pengambilan kesempatan dalam kesempitan
4.      Objek Kajian Fiqh Muamalat Klasik[6]
Sebagaimana disebutkan di atas, objek kajian muamalat klasik hanya terbatas pada urusan-urusan yang menyangkut hubungan perdata kebendaan, yaitu:
a.       Hak dan Pendukungnya
b.      Benda dan Milik Atas Benda
c.       Perikatan Hukum (Akad)

C.    KONSEP FIQH MUAMALAH KONTEMPORER
1.              Pengertian Muamalat Kontemporer
Kata Muamalat berasal dari bahasa Arab yang secara etimologi sama dan semakna dengan al-mufa’alah (saling berbuat).[7] Kata ini menggambarkan suatu aktivitas yang dilakukan oleh seseorang dengan seseorang atau beberapa orang dalam memenuhi kebutuhan masing-masing. Sedangkan Fiqh Muamalat secara terminology didefinisikan sebagai hokum-hukum yang berkaitan dengan tindakan hokum manusia dalam persoalan keduniaan. [8]
Fiqih Muamalat adalah pengetahuan tentang kegiatan atau transaksi yang berdasarkan hukum-hukum syariat, mengenai perilaku manusia dalam kehidupannya yang diperoleh dari dalil-dalil islam secara rinci.
Jenis-jenis muamalat terbagi menjadi dua, yaitu:[9]
a.              Jenis Muamalat yang hukumnya ditunjuk langsung oleh Nash dengan memberikan batasan tertentu. Diantara persoalan tersebut adalah persoalan warisan dan keharaman riba. Hokum-hukum seperti ini bersifat permanen dan tidak dapat diubah dan tidak menerima perubahan
b.             Jenis muamalat yang tidak ditunjuk langsung oleh Nash, tetapi diserahkan kepada hasil ijtihad para ulama, sesuai dengan kreasi para ahli dalam rangka memenuhi kebutuhan umat manusia sepanjang tempat dan zaman, serta sesuai pula dengan situasi dan kondisi masyarakat itu sendiri. Sebagai contoh adalah Ba’I al-Mu’athah (jual beli dengan saling menyerahkan uang dan mengambil barang tanpa dibarengi dengan ijab dan qabul)
Secara bahasa kontemporer berarti pada waktu yang sama/semasa; sewaktu; pada masa kini; dewasa ini. Sedangkan Fiqh Muamalat Kontemporer adalah aturan-aturan Allah SWT yang wajib ditaati yang mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam kaitannya dengan ke harta bendaan dalam bentuk transaksi-transaksi yang modern. [10]
Hukum Bisnis Syari’ah haruslah memenuhi ciri-ciri sebagai berikut:[11]
a.              Hukum asal Muamalah adalah boleh
b.              Tujuannya untuk kemaslahatan manusia
c.              Hukum Muamalah terdiri dari hokum yang tetap (tsabat) dan berubah (murunah)
d.             Objeknya haruslah halal dan tayyib
e.              Terhindar dari Gharar
Bisnis Syari’ah memiliki kandungan nilai tauhid yang berisi:
a.              Misi khalifah / istikhlaf
b.              Misi ibadah
c.              Keseimbangan dunia akhirat
Selain itu dalam berbisnis, syari’ah juga menghendaki agar para pelaku bisnis senantiasa berakhlak yang baik dalam setiap tingkah laku dan ucapan. Akhlak baik yang dimaksud yaitu: Kejujuran, Keterbukaan, Kasih sayang, Kesetiakawanan, Persamaan, Tanggung jawab, Profesional, dan Suka sama suka.

2. RUANG LINGKUP MUAMALAT KONTEMPORER[12]

a. Persoalan transaksi bisnis kontemporer yang belum dikenal zaman klasik. Lingkup ini membahas setiap transaksi yang baru bermunculan pada saat ini. Seperti uang kertas, saham, Obilgasi, reksadana, MLM, Asuransi. Salah satu contoh lingkup ini adalah asuransi, asuransi merupakan pertanggungan (perjanjian antara dua pihak, pihak yang satu berkewajiban membayar iuran dan pihak yang lain berkewajiban memberikan jaminan sepenuhnya kepada pembayar iuran, apabila terjadi sesuatu yang menimpa dirinya atau barang miliknya yang diasuransikan sesuai dengan perjanjian yang dibuatnya). Pada zaman klasik transaksi akad asuransi ini belum ada, walaupun akad ini dikiaskan dengan kisah ikhtiar mengikat unta sebelum pergi meninggalkannya. Akad ini dapat dibenarkan atau diperbolehkan dalam Syariat Islam selama tidak sejalan dengan apa yang diharamkan dan memenuhi ciri-ciri hokum bisnis syari’ah yang telah diuraikan diatas.
b. Transaksi bisnis yang berubah karena adanya perkembangan atau perubahan kondisi, situasi, dan tradisi/kebiasaan. Perkembangan tekhnologi yang semakin cepat dan canggih menghadirkan berbagai fasilitas dengan berbagai kemudahannya begitu pula dalam hal bisnis. Contohnya penerimaan barang dalam akad jual beli (possesion/qabd), transaksi e-bussiness, transaksi sms
c. Transaksi Bisnis Kontemporer yang menggunakan nama baru meskipun subtansinya seperti yang ada zaman klasik, misalnya bunga bank yang sejatinya adalah sama dengan riba, Jual beli Valuta Asing. Walaupun Riba telah berganti nama yang lebih indah dengan sebutan Bunga, namun pada hakikatnya substansinya tetaplah sama dimana ada pihak yang mendzalimi dan terdzalimi, sehingga hokum bunga sama dengan riba yang telah jelas keharamannya dalam al-Qur’an.
d. Transaksi bisnis modern yang menggunakan beberapa akad secara berbilang, seperti IMBT, Murabahah Lil Amiri Bi Syira. Dalam lingkup ini membahas bahwa pada masa Kontemporer ini ada beberapa akad yang dimodifikasikan dalam suatu transaksi bisnis. Hal ini dapat dibenarkan atau diperbolehkan selama tidak sejalan dengan apa yang diharamkan dan memenuhi ciri-ciri hokum bisnis syari’ah yang telah diuraikan diatas.
Berikut ini adalah beberapa modifikasi akad Klasik yang terjadi pada Masa Kontemporer:[13]
a. Hak intifa’ (memanfaatkan), contohnya Wadhi’ah yad Dhamanah
b.   Uang Administrasi, contohnya Qardhul Hasan
c.   Ujrah (fee), contohnya L/C, transfer
d.   Kredit, contohnya Murabahah
e.    Muazzi (Paralel) + Kredit (Muajjal / Taqsith), contohnya Salam
f.     Jaminan (Rahn + Kafalah), contohnya Mudharabah
g.     Perubahan sifat akad, contohnya Wadi’ah (awalnya bersifat tidak mengikat menjadi mengikat)
h.    Janji (wa’ad), contohnya Ijarah Mutahiya bi Tamlik
i.     Wakalah

3.        KAIDAH-KAIDAH FIQIH MUAMALAT KONTEMPORER

Kaidah umum dalam muamalat yang berbunyi: [14]
a.      Al-Ashlu fil muamalah al-ibahah illa an yadulla ad-dalilu ′ala tahrimiha. Yaitu pada dasarnya semua praktek muamalah boleh, kecuali ada dalil yang mengharamkannya. Selain itu para ulama berpegang kepada prinsip-prinsip utama muamalah, seperti, prinsip bebas riba, bebas gharar (ketidakjelasan atau ketidak-pastian) dan tadlis, tidak maysir (spekulatif), bebas produk haram dan praktik akad fasid/batil. Prinsip ini tidak boleh dilanggar, karena telah menjadi aksioma dalam fiqh muamalah. Pada dasarnya, kita masih dapat menerapkan kaidah-kaidah muamalat klasik namun tidak semuanya dapat diterapkan pada bentuk transaksi yang ada pada saat ini. Dengan alasan karena telah berubahnya sosio-ekonomi masyarakat. Sebagaimana kaidah yang telah diketahui:
b.      Al-muhafazah bil qadim ash-sholih wal akhz bil jadid aslah
Yaitu memelihara warisan intelektual klasik yang masih relevan dan membiarkan terus praktik yang telah ada di zaman modern, selama tidak ada petunjuk yang mengharamkannya. 
Dengan kaidah di atas, kita dapat meyimpulkan bahwa transaksi ekonomi pada masa klasik masih dapat dilaksanakan selama relevan dengan kondisi, tempat dan waktu serta tidak bertentangan dengan apa yang diharamkan.
Dalam kaitan dengan perubahan social dan pengaruh dalam persoalan muamalah ini, nampak tepat analisis yang dikemukakan Ibnu Qayyim al-Jauziyyah ketika beliau merumuskan sebuah kaidah yang amat relevan untuk diterapkan di zaman modern dalam mengatisipasi sebagai jenis muamalah yang berkembang.[15] Kaidah yang dimaksud adalah:
c.       Berubah dan berbedanya fatwa sesuai dengan perubahan tempat, zaman, kondisi social, niat dan adat kebiasaan
Ada beberapa faktor yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam menilai terjadinya perubahan, yaitu faktor tempat, faktor zaman, faktor kondisi social, faktor niat, dan faktor adat kebiasaan.[16] Faktor-faktor ini amat berpengaruh dalam menetapkan hokum bagi para mujtahid dalam menetapkan suatu hokum bidang muamalah. Dalam menghadapi perubahan social yang disebabkan kelima faktor ini, yang akan dijadikan acuan dalam menetapkan hukum suatu persolan muamalah adalah tercapainya maqashid asy-syari’ah. Atas dasar itu, maqashid asy-syari’ah lah yang menjadi ukuran keabsahan suatu akad atau transaksi muamalah.

4.      OBJEK KAJIAN FIQH MUAMALAT KONTEMPORER
Fiqih Muamalat sendiri yang merupakan cabang dari Amaliyah (bagian dari Syari’ah) memiliki dua bagian yakni Muamalat Maaliyah dan Muamalat Ghairu Maaliyah. Pembahasan kali ini akan terfokus pada Muamalat Maaliyah. Dengan cakupan:[17]
a.       Buyu’ (Jual Beli) yaitu saling menukar harta dengan harta dalam pemindahan milik dan kepemilikan.
b.      Ijarah (Sewa Menyewa) yaitu salah satu bentuk kegiatan muamalah dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia, seperti sewa-menyewa, kontrak, atau menjual jasa perhotelan dan lain-lain.
c.       Syirkah yaitu akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana atau amal dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
d.      Qiradh (Mudharabah) yaitu akad kerjasama suatu usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh modal, sedang pihak kedua (mudharib) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan usaha dibagi diantara mereka sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak.
e.       Rahn yaitu menahan salah satu harta milik si peminjam sebagi jaminan atas pinjaman yang diterimannya.
f.       Kafalah yaitu jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung.
g.      Hiwalah yaitu akad pengalihan hutang dari satu pihak yang berhutang kepada pihak lain yang wajib menanggung (membayarnya).
h. Wakalah yaitu pelimpahan kekuasaan oleh satu pihak kepada pihak lain dalam hal-hal yang boleh diwakilkan.
h.      Ariyah (Pinjam Meminjam), menurut ulama Malikiyah dan Imam as-Syarakhsi (tokoh fiqih Hanafi) Ariyah adalah pemilikan manfaat sesuatu tanpa ganti rugi. Sedangkan menurut imam Syari’iyah dan Hanabilah Ariyah berarti kebolehan memanfaatkan barang orang lain tanpa ganti rugi.
i.        Muzara’ah adalah penyerahan tanah pertani untuk digarap dan hasilnya dibagi berdua (petani dan pemilik tanah), dengan bibit yang akan ditanam disediakan oleh pemilik tanah.
j.        Muhkabarah adalah penyerahan tanah pertani untuk digarap dan hasilnya dibagi berdua (petani dan pemilik tanah), dengan bibit yang akan ditanam berasal dari penggarap.
k.      Musaqat adalah akad pemberian pohon kepada petani/penggarap agar dikelola/diurus dan hasilnya dibagi diantara keduanya sesuai dengan kesepakatan.[18]

D.    PERBANDINGAN KONSEP FIQH MUAMALAH KLASIK DAN KONTEMPORER
Berdasarkan pemaparan dan keterangan tentang fiqh muamalah klasik dan kontemporer pada pembahasan sebelumnya, maka dapat diambil beberapa kesimpulan mengenai konsep kedua fiqh ini, yaitu:
1.      Jika dilihat dari segi pengertiannya kedua kon fiqh muamalah ini tidak jauh berbeda yaitu sama membahas tentang bagaimana seseorang harus berprilaku dalam kehidupannya sehari-hari baik yang bersifat maaliyah maupun ghairu maaliyah, hanya saja dalam konsep fiqh muamalah kontemporer lebih disesuaikan dengan konteks kekinian dengan ditambah dengan kata-kata kontemporer
2.      Secara prinsip kedua konsep ini masih memakai prinsip yang sama hanya saja pada fiqh muamalah kontemporer pemahamannya lebih diperluas dengan menyesuaikan berdasarkan konteks bisnis kontemporer juga.
3.      Keduanya masih menggunakan sumber hukum yang sama yaitu berpedoman pada al-Qur’an dan perincian dari hadits Rasulullah serta pengembangan hukum secara kontekstual melalui ijtihad para ulama melalui berbagai metode, dan pada konsep fiqh muamalah kontemporer metode ini dipadukan dengan berbagai macam kecanggihan teknologi yang ada sehingga mampu menyesuaikan dengan perkembangan bisnis kontemporer yang semakin menjamur serta tidak melenceng dari konsep syari’ah yang telah ditentukan dalam al-qur’an, hadits maupun ijtihad tersebut
4.      Dari segi objek kajian keduanya juga tidak ada perbedaan yaitu sama-sama membahas hubungan manusia yang bersifat maaliyah dan ghairu maaliyah akan tetapi pada pembahasan maaliyahnya terutama dari segi akad atau transaksi bisnis pada fiqh muamalah kontemporer lebih banyak pengembangan penciptaan produk-produk  akad baru seperti membahas tentang asuransi, bisnis Multi Level Marketing, transaksi saham, obligasi syari’ah dan berbagai produk-produk perbankan syari’ah.
5.      Konsep yang ditawarkan oleh fiqh muamalah kontemporer lebih fleksibel dan kontekstual dibandingkan dengan fiqh muamalah klasik yang masih stagnan dan bersifat tekstual jika dilihat dari perkembangan bisnis sekarang ini, akan tetapi tetap memperhatikan ketentuan prinsip-prinsip syari’ah.

E.     PERAN FIQH MUAMALAH KLASIK DALAM BISNIS KONTEMPORER

Seiring dengan bermunculannya konsep-konsep bisnis baru yang menawarkan berbagai konsep transaksi bisnis, tentu sebagai salah satu sumber hukum agama mayoritas di Indonesia seharusnya fiqh muamalah juga harus lebih cekatan dalam menyiasati dan memecahkan masalah hukum dari transaksi bisnis tersebut, kalau memang hal itu haram menurut agama maka tugas para fuqaha baru adalah memunculkan konsep produk transaksi baru yang mirip dengan transaksi tersebut tapi tetap sesuai dengan konsep syari’ah. Lalu bagaimana dengan konsep fiqh muamalah klasik? Apakah masih relevan lagi dengan bisnis kontemporer?
Jika dilihat perkembangan bisnis sekarang, memang dapat disimpulkan bahwa konsep fiqh muamalah klasik tersebut tidak relevan lagi dengan perkembangan bisnis sekarang oleh karena itu kehadiran konsep fiqh muamalah kontemporer yang menawarkan konsep transaksi bisnis kontemporer sangat membantu dalam memecahkan masalah ini, sehingga kita sebagai ummat islam dapat dengan nyaman menjalankan bisnis tersebut tanpa khawatir akan melanggar ketentuan yang ditetapkan hukum Islam.
Akan tetapi perlu diingat juga bahwa sebagian besar konsep fiqh muamalah kontemporer itu masih banyak mengasopsi konsep fiqh muamalah klasik karena para ulama kontemporer tetap memakai prinsip-prinsip hukum muamalah klasik dalam menetapkan hukum transaksi muamalah kontemporer karena memang prinsip itu tidak dapat dihilangkan, hanya saja melalui proses ijtihad yang disesuaikan dengan konteks sekarang.
Jadi walaupun fiqh muamalah klasik itu sudah dianggap tidak relevan lagi dengan konteks bisnis kontemporer sekarang tidak dapat dipungkiri juga kalau fiqh muamalah klasik mempunyai peran yang sangat penting dalam pembuatan konsep fiqh muamalah kontemporer karena fiqh muamalah klasik itulah yang menjadi konsep utamanya walaupun sudah dimodifikasi sedemikian rupa.
















KESIMPULAN

Dari seluruh pemaparan yang telah disampaikan di atas, dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu:
1.      Sebagai makhluk social yang sangat membutuhkan peran orang lain dalam kehidupan kita, maka fiqh muamalah mempunyai peran yang sangat penting dalam kehidupan kita sehari-hari sehingga akan tetap berada di koridor yang benar sesuain tuntunan agama
2.      Secara global, konsep fiqh muamalah klasik dengan konsep fiqh muamalah kontemporer tidak jauh berbeda, hanya saja pada konsep fiqh muamalah kontemporer banyak terjadi pembaharuan dan pembuatan transaksi hokum baru yang sesuai dengan konteks bisnis kontemporer sekarang ini.
3.      Jika melihat perkembangan bisnis kontemporer sekarang ini memang konsep fiqh muamalah klasik tidak relevan lagi diterapkan karena konsepnya terlali statis dan bersifat tekstual.
4.      Walaupun konsepnya tidak relevan lagi dengan konsep bisnis kontemporer tapi prinsip-prinsip dalam fiqh muamalah klasik tetap dijadikan acuan dalam pembaharuan dan pembuatan produk-produk transaksi muamalah baru yang sesuai dengan bisnis kontemporer skarang ini
5.      Jadi walaupun banyak perubahan yang namanya hokum Islam yang sangat prinsipil itu tidak boleh ditinggalkan karena itu adalah sudah menjadi ketentuan dari Allah yang tidak dapat diganggu gugat lagi.
6.      Untuk menciptakan inovasi hokum baru maka harus melalui ijtihad melalui berbagai metide tanpa menghiraukan prisnip-prinsip hokum dalam Islam.





DAFTAR PUSTAKA

Haroen, Nasrun, 2007, Fiqh Muamalah, Jakarta: Gaya Media Pratama
Latief, Ah. Nazarudin, Modul Mengenal Fiqh Muamalat
Anwar, Syamsul, 2007, Hukum Perjanjian Syari’ah (Studi Tentang Teori Akad  dalam Fiqh Muamalat), Jakarta: P.T. RajaGrafindo Persada
Basjir, Ahmad Azhar, 1993, Azas-Azas Hukum Muamalat (Hukum Perdata Islam), Yogyakarta: Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia
http//www.muamalatkontemporer.multiply.com (diakses 31 Januari 2011)
Asyur, Ahmad Isa, 1995, Fiqh Islam Praktis Bab: Muamalah, Solo: CV. Pustaka Mantiq
Pasaribu, Chairuman, Suhrawardi K. Lubis, 1994, Hukum Perjanjian dalam Islam, Jakarta: Sinar Grafika




[1]Husnan Budiman, Pengantar Ilmu fiqh (Usaha Offset: Surabaya, 1982), hlm. 17
[2] Ahmad Azhar Basjir, Asas-Asas Hukum Muamalat (Hukum Perdata Islam), (Perpustakaan Fakultas hukum Universitas Islam Indonesia : Yogyakarta, 1993), hlm. 7
[3] Ibid. ,hlm. 8
[4] Ibid. ,hlm. 9
             [5]Ahmad Azhar Basjir, Asas-Asas Hukum Muamalat (Hukum Perdata Islam), (Perpustakaan Fakultas hukum Universitas Islam Indonesia : Yogyakarta, 1993), hlm. 10

[6] Ibid., hlm. 11
[7] Ah. Azharudin Latief, Modul Mengenal Fiqh Muamalah, hlm.
[8] Ibid., hlm.
[9] Nasrun Haroen, fiqh Muamalah, (Gaya Media Pratama : Jakarta, 2007), hlm.
[10] http//www.muamalatkontemporer.multiply.com (diakses 31 Januari 2011)
[11] Nasrun Haroen, fiqh Muamalah, (Gaya Media Pratama : Jakarta, 2007), hlm.
[12] http//www.muamalatkontemporer.multiply.com (diakses 31 Januari 2011)

[13] http//www.muamalatkontemporer.multiply.com (diakses 31 Januari 2011)

[14] Nasrun Haroen, fiqh Muamalah, (Gaya Media Pratama : Jakarta, 2007), hlm.

[15] http//www.muamalatkontemporer.multiply.com (diakses 31 Januari 2011)

[16] Ah. Azharudin Latief, Modul Mengenal Fiqh Muamalah, hlm.
[17]Prof, DR. H Syamsul Anwar, M.A., Hukum Perjanjian Syari’ah (Studi Tentang Teori Akad dalam Fiqh Muamalah, (PT. RajaGrafindo Persada : Jakarta, 2007) hlm. 74
[18]Ibid., hlm. 75

Oleh : aira-cute.blogspot.co.id