Tafsir ayat ekonomi Al-Qur'an Bab 2

Bab 2  Al-Iqtishad
Al-Isfahani menuliskan bahwa makna al-iqtishad yang akar katanya adalah al-qasd, bermakna istiqomah al-tariq (jalan lurus). Jika disebut kata qasadtu qasdahu, maknanya nahawtu nahwahu. Nazih Ahmad di dalam kitabnya mu’jam Al-Mushtalahat Al-Iqtishadiyyatfi Lughat Al-Fuqaha’ menuliskan makna al-iqtishad adalah al-tawassut wa talab al asad. Muqtasid adalah orang yang mengambil sikap moderat  dan adil di antara dua sisi.
Ibnul Qayyim memberikan penjelasan yang menarik, menurutnya perbedaan diantara al-iqtishad dan al-Syuhh, adalah al-iqtishad merupakan akhlak yang terpuji yang terlahir dari dua sifat mulia; adil dan hikmah. Adapun as-syuh adalah akhlak yang buruk dan lahir dari buruk sangka dan kelemahan diri.
Ibnu Katsir menafsirkan qs. Lukman ayat 19 yang berbunyi wa iqsid fi masyyika wa ighdud min shautik yang artinya berjalanlah muqtashidan (gerakan yang sedang) tidak terlalu lambat dan tampak malas dan tidak pula kencang sehingga terkesan berlebih-lebihan. Akan tetapi berjalanlah dengan tenang (‘adlan wasathan) atau antara lambat dan cepat.
Syaukani menyatakan al-qasd adalah ma baina al-isra’ wa al-batha’ sebagaimana dalam Qs. Lukman ayat 39 tersebut adalah sikap moderat atau pertengahan antara jalan dengan cepat dan jalan dengan lambat. Al-Maraghi juga menjelaskan bahwa ayat diatas mengajarkan kepada manusia dalam berjalan haruslah seimbang. Tidak terlalu lambat (al-bathi’) dan tidak pula terlalu cepat bahkan terkesan berlebih-lebihan.
Bentuk lain dari kata qasd adalah muqtasid. Kata muqtasid di dalam Al-Qur’an digunakan di dua tempat yaitu qs. Fathir ayat 32 dan al-Maidah ayat 66. Kata-kata yang qasd dengan berbagai derivasinya juga ditemukan di dalam Q.S At-Taubah : 42 dan Lukman : 32. Di dalam hadits juga ditemukan pernyataan Nabi yang menggunakan kata al-qasd. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam At-Tirmizi, Rasulullah bersabda :
Tingkah laku yang baik (al-samtu al-hasan), tidak tergesa-gesa (al-tu’adah) dan bersederhana (al-iqtishad) adalah satu bahagian dari 24 bagian sifat-sifat kenabian (an-nubuwwah). Sunan At-Tirmizi Juz II abwab al-Birr wa as-Shilah.
Kontekstualisasi Ekonomi Islam
Para pakar telah mendefinisikan bahwa ilmu ekonomi Islam bertujuan untuk melakukan kajian tentang kebahagian hidup manusia (human falah) yang dicapai dengan mengorganisasikan sumber daya alam (bumi) atas dasar gotong royong dan partisipasi. Ada juga yang menjelaskan ekonomi Islam sebagai ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi masyarakat yang di ilhami oleh nilai-nilai Islam. Bahkan M Umar Chaftra menyebutkan bahwa ilmu ekonomi Islam merupakan cabang ilmu pengetahuan yang membantu mewujudkan kesejahteraan manusia melalui alokasi dan distribusi sumber-sumber daya yang langka yang sesuai dengan maqasid, tanpa mengekang kebebasan individu secara berlebihan, menimbulkan ketidakseimbangan makro ekonomi dan ekologi atau melemahkan keluarga dan solidaritas sosial dan jalinan moral masyarakat.

Ilmu ekonomi Islam mempelajari aktivitas atau prilaku manusia secara aktual dan empirik baik dalam produksi, distribusi maupun konsumsi berlandaskan syariah Islam yang bersumber dari Al-Quran dan Sunnah dengan tujuan mencapai kebahagiaan duniawi dan ukhrawi. Kebahagiaan duniawi dan ukhrawi sering disebut dengan falah itu juga mengisyaratkan adanya keseimbangan.

0 komentar:

Posting Komentar